Lukisan

Tuan bertanya lukisan siapa itu.

Ahmad Hanif
2 min readApr 18, 2022

Tuan ini yang telah menolong hidupku di Kota Besar. Aku berhutang budi padanya, ku ajak dia lebih lama untuk tinggal di rumahku. Tapi, tuan menolak karena esok petang ada pertemuan di Kota Besar. Tuan berdiri, berpamitan kepadaku.

“Kapan saja tuan mau … datang saja ke rumah. Tak usah khawatir, di rumahku tak ada siapa-sapa.” Hormatku.

Aku mengikuti tuan keluar dari rumah. Lalu dia bertanya,

“Siapa gadis itu?” Menunjuk lukisan di tembok.

“Oh itu … Memang dulu ada seorang gadis. Dia sering datang ke rumahku untuk memberi makanan. Tapi kini dia sudah pergi, tuan.” Balasku.

Tuan bertanya lagi, “Dimana? Kenapa dia pergi?”

“Entah di mana, tuan. Yang jelas, dia tak pernah lagi datang kemari.” Jawabku.

“Iya kenapa?” Tegas tuan.

“Maaf, tuan. Tuhan saja tak tahu. Tapi saat mau pergi, dia kemari dulu. Karena punya satu permintaan terakhir untukku.”

Tuan penasaran, “Apa?”

Aku memalingkan wajah dan menjawab, “Dia melarangku jatuh cinta, tuan. Aku tanya, kenapa tak boleh mencintainya. Dia berkata, itu haknya, hak untuk tak diganggu.”

“Bagaimana dengan lukisan tadi?” Balas tuan.

“Ku abadikan gadis itu dengan lukisan, tuan. Namanya Wulan. Dia takkan pernah ada. Karena yang ku ceritakan tadi, hanyalah hayalanku saja, tuan.” Jawabku.

Tuan bergegas masuk mobil tanpa kata terima kasih kepadaku. Dibuka kaca mobilnya lalu berkata kepadaku, “Tuanmu ini bukan Tuhan, tapi kalau kau minta wanita, datang saja.”

Aku tersenyum, dan berterima kasih kepada Tuhan.

--

--